
Semilirnya menghantarkan sejuk di seruang dada.
Membawaku pada sebuah lamunan yang paling jauh.
Derasnya arus kudapan sungai di bawah tiang-tiang pancang rumahku.
Membisingkan telinga-hatiku yang tak henti menggumamkan gemuruh.
Aku temui diriku dalam seonggok sepi murung.
Sejenis kesepian atas lakon hidup yang enggan berkelana terlalu lama.
Diri yang mulai malas menapaki jenjang-jenjang hidup dan harapan yang kian memanjang.
Menggeliat dalam lipatan-lipatan takdir yang menyejarah di kelapangan luasnya jiwa ragawi.
Oh, diri kerdil yang di amuk badai!
Hamparan kata-kata kini hanya mewujud dalam bingkai ratap-ratap doa.
Entah di dengar atau tidak di telinga tuhan.
Aku hanya madah saja!
Memasrahkan diri entah dikutuk menjadi apa.
Aku tidak tahu...