Jumat, 22 Oktober 2010

- Kosong -

Dalam kebisuan yang nyaris gelap, aku menggumam:
mengumpati serapah yang mewujud onggokan sampah
Kusam pada raut-raut wajah yang memucat.

Gemericik suara hujan yang jatuh
di pucuk dedaunan tak lagi menmbunyikan perasaanku
pada ketakutan akan tangis bumi, marah matahari, sendu rembulan....

Harapanku kosong. Ia terbang bersama sisa-sisa jerit sakit, derai tawa,
derit di daun pintu belakang, derap langkah yang angkuh di beranda.
Ingatanku menghilang, melemah diterjang kebisingan suara kota, Sang Pemilik Kepentingan!
Hasratku memudar. Berlari berkejaran dengan ketidakpastian!

Sebaliknya....

Mimpiku mencuat tinggi: Tentang hangatnya peluk ibu, pemaknaan dosa asal, riang tetumbuhan dan batu-batu yang berterimakasih pada bumi. Juga api yang murka pada langit mendung!
Aku hanya bertanya dalam sunyi:
"Apa arti hidup jika aku hanya bisa diam? tak berubah!"

*... dan hujanpun tetaplah tetesan butir air yang dijatuhkan langit yang paling jauh... *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar