Di kebekuan mulut yang sama-sama terjaga mengukir serupa nyala bara dan amis darah. Di antara semrawutnya kosakata dan samsara. Kawan, aku pernah menggigil dalam bimbang tentang arah kemana langkah ini menghitungi jarak. Tapi itu cuma kesementaraan dalam proses ke-menjadian-ku. Dan dibibirku ini, kawan, masih tersimpan satir tentang hasrat merebut kabut...
Jika manusia telah kehilangan kebutuhan akan puisi, akankah dia memperhatikan saat-saat ketika puisi itu lenyap? Akhir bukanlah sebuah ledakan penyingkapan, barangkali tak satupun setenang keberakhiran, sebab "Puisi adalah wilayah terbuka di dalam wilayah pribadi. Maka dunia dalam puisi adalah sebuah dunia realitas yang relatif. Sebuah kenyataan yang niscaya. Setidak-tidaknya ada dua alasan kenapa orang menulis puisi. Pertama, letupan seorang penyair untuk mencipta. Menerjemahkan bakat dengan sebuah karya puitis. Pun semacam penanda dari perasaan dan pengalaman. Kedua, puisi dimanfaatkan. Artinya, puisi adalah ruang untuk menyampaikan sesuatu yang lain. Puisi, seperti juga bahasa dan kata, digunakan sebagai sarana". - Harri Gieb