Kamis, 24 September 2009

Manifestasi Tirani

Penindasan hari ini...
Ketika bendera investasi berkibar atas nama demokrasi
Valas dan politisi telah berubah menjadi tirani
Negara rela menjual diri bertekuk lutut dibawah hegemoni
Anarki yang tereduksi menjadi simbol trendi masa kini
Tak ubahnya rentetan invasi Illahi ala Amrozi
Komoditi duniawi membidani arus kolonial fasisme institusi
Berlindung dibalik kebanggaan layaknya Mussolini berkoalisi dengan Nazi

Mortir yang mengguncang Yerusalem, Irak dan Dili
Telah mampir kedalam mimpi semua bandit yang penuh birahi
Menghancurkan nurani dan bertopeng Revolusi Industri
Bagai para pejuang Intifada yang berkorban demi insureksi
Amunisi berkobar manis lewat iklan yang menghiasi sinetron di tivi
Iblis globalisasi mencuri hati para pemimpi
Mengubur tradisi kedalam sampah terbakar bara api
Intelektual lulusan luar negeri hanya menjadi predator dinegeri sendiri
Perampok liberal yang bernyanyi diatas kebebasan otorisasi
Halalkan teror mengoyak keperawanan ibu pertiwi
Invasi ekonomi dengan misi menghantui para pribumi
Mc'D, Starbucks dan KFC yang berkompetisi dibalik kebodohan generasi
Tak terkalahkan oleh militansi Ariel Sharon yang diguncang demonstrasi
Tetap kokoh berdiri mendekonstruksi ambisi

Dan ketika Adidas menghiasi kaki para pemuja selebriti
Manifestasi pembodohan massal oleh keparat korporasi
Membuat konsumsi menjadi harga mati
Inilah paket doktrinisasi layaknya air mani
Tengik, amis dan bau terasi
Terangsang oleh gairah modernisasi yang muncrat kesana-sini!

Rabu, 16 September 2009

Ode Untuk Kawan


Dulu,
dalam setiap percakapan yang senantiasa dimainkan angin,
selalu kita senandungkan nyanyian perkawanan.
kata-kata tak ubahnya gubahan rima-rima saat kita bersenda,
saat kita bergurau, tentang makna 'Persahabatan'.
Kita larut dibuai percakapan dan gelak tawa.
Kita luruh dibantai sesuatu yang semu.

Perkawanan kita tak ubahnya istana yang dibangun dengan pasir,
tanpa pondasi yang kokoh.
Perkawanan kita hanyalah kedirian eksistensi yang melapuk,
sebatas kehadiran, canda dan ketidakmengertian.
Dan, datanglah ombak itu...
Istana pasir yang kita bangun itu luluh lantak seketika!

Kawan,
Ada yang tidak bisa kita mengerti.
Hati masing-masing yang tak mampu saling merenangi dalamnya rasa.
Hingga akan tetap tak bisa saling memahami.
Kini, percakapan-percakapan yang kita senandungkan bukan lagi sebuah nyanyian,
melainkan raungan-raungan kesunyian!
Sejenis luka karena ketidakmengertian telah memisahkan kita...